“Na’budu (kami sembah/ibadahi)” yakni hanya kepada Engkaulah ya Allah kami menghinakan diri, oleh karena itu kamu lihat orang mukmin mereka taruh anggota badan mereka yang paling mulia (muka) ke tempat pijakan kaki meskipun mukanya terkena debu-debu, kalau seandainya ada orang yang berkata kepada seorang mukmin “Saya berikan untukmu dunia beserta isinya dengan syarat kamu sujud kepadaku.” Niscaya orang mukmin menolaknya mentah-mentah, karena ketundukan ini hanya untuk Allah saja.
Menyembah/berIbadah itu mencakup mengerjakan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah, karenanya tidaklah bisa dikatakan ‘abid (penyembah) hakiki yang meninggalkan perintah dan menjauhi larangan yang disembahnya. Dan untuk mencapai ‘abid hakiki ini hanya bisa terwujud dengan pertolongan Allah, oleh karena itu kita mengatakan “dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan”. Dikedepankannya kata-kata “Iyyaaka” (hanya kepadaMu) adalah untuk menunjukkan bahwa ibadah kita hanya ditujukan kepada Allah saja tidak boleh kepada selain-Nya, doa kita hanya ditujukan kepada-Nya saja, tawakkal kita dan ibadah-ibadah lainnya hanya ditujukan kepada-Nya saja. Juga kita diperintahkan untuk meminta pertolongan hanya kepada-Nya. Lalu bolehkah kita meminta pertolongan kepada makhluk? Jawabnya boleh dalam hal yang mereka mampu, karena isti’anah (meminta pertolongan) terbagi dua: Pertama, Isti’anah tafwidh, yakni meminta pertolongan dengan sikap menyandarkan/menyerahkan sepenuhnya kepada Allah dan merasakan ketidakmampuan diri kita, maka ini hanya kepada Allah saja. Kedua, Isti’anah yang musyaarakah yakni meminta keikutsertaan orang lain untuk turut membantu, maka ini boleh dengan syarat dalam hal yang mereka mampu membantunya.
sumber by Yufidia
to adsmart4@gmail.com